Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Secara bahasa al mahabbah adalah cinta. Maksudnya ialah kecintaan terhadap segala hal yang diperintahkan oleh Allah. Ikrar kita, penuhanan kepada Allah, hendaknya menjadikan cinta sebagai landasan dalam setiap ibadah yang harus kita lakukan. Para ulama' mendefiniskan ibadah dengan melakukan perintah-perintah Allah dengan cinta.
Ketika seorang yang mencintai Allah, maka ia akan sangat tenang dalam sholatnya, ia sangat ringan untuk mengeluarkan zakatnya, ia akan sangat terobsesi dengan setiap amalan-amalan kebaikan yang disunnahkan Allah. Rasa cinta akan Allah ini tidak bisa dibuat-buat, karena ucapan cinta kepada Allah yang kita lafalkan lewat lidah kita akan terbaca oleh prilaku kita. Jika kita justru merasa terbebani dengan semua perintah Allah maka kecintaan yang kita ikrarkan lewat penuhanan hanya kepada Allah adalah satu kebohongan.
Satu kisah sangat menarik saat Rasulullah selalu saja mengingatkan Bilal untuk segera berazan mendirikan sholat begitu waktu sudah masuk waktu sholat. Rasulullah berseru kepada Bilal, "Arihni bisholah yang Bilal,"dan Rasulullah beberapa kali mengulanginya. Hingga akhirnya Bilal bergegas beradzan kemudian didirikanlah sholat. Seruan Rasulullah "Arihni bissholah ya Bilal ... rehatkan aku dengan sholat ya Bilal, bahagiakan aku dengan sholat ya Bilal."
Aktifitas duniawi bagi Rasulullah sangat menjemukan dan membosankan, serta sangat membebani. Hal yang bisa menjadikan ia fresh kembali, berenergi kembali, bahagia kembali, adalah sholat. Ia begitu suka cita saat waktu sholat datang, itu artinya beliau akan segera melakukan satu perbuatan yang ia sangat cintai. Berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan dan dilakukan oleh orang-orang munafik, yang syahadatnya tidak bisa melahirkan kecintaan kepada Allah dan ibadah kepadaNya. Mereka enggan untuk mewujudkan ikrar syahadatnya dalam bentuk ibadah dengan penuh kecintaan, mereka tinggalkan sholat, mereka akan mencari segala alasan untuk mereka seakan dibenarkan saat meninggalkan ibadah dan ketaatan kepada Allah, pekerjaan mereka jadikan alasan untuk meninggalkan kewajiban sholat, menutup aurat, dan sebagainya.
Allah berfirman, membuka kedok orang-orang munafik dalam satu ayat.
"Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (QS An Nisaa’: 142).
Dan ringan beratnya suatu ibadah, terbebani ataupun tidak, itu tergantung oleh sugesti tauhid mereka yang ada dalam ikrar syahadat kita. Jika sugesti keimanan kita tinggi, maka semuanya akan ringan, kecintaan dan harapan dalam ibadah yang ia lakukan mampu menepis segala bujuk rayu setan untuk kita meninggalkan ibadah itu, atau minimal mengalihkan orientasi ibadah kita, pengalihan orientasi ibadah dari Allah kepada mahkhluk, adalah riya', dan riya' ini akan menjerumuskan kita ke dalam kesyirikan khofie dan ternodanya kemurnian syahadat kita.
Beberapa pekan lalu saya betemu dengan seorang relawan kemanusiaan yang hidup di Suriah beberapa tahun terakhir ini, peperangan yang terjadi disana ternyata memanggil jiwa para muslimin dan mukminin untuk ikut memperjuangkan ummat Islam yang terdolimi di Suriah. Beliau bercerita, suatu ketika saat beliau sholat, beliau bersebelahan dengan seorang yang wajahnya bukan wajah Arab Suriah. Selepas sholat, mereka mengobrol dan ternyata pria itu adalah orang Perancis. Seorang pria Perancis yang belum lama masuk Islam, lalu ia terpanggil oleh penderitaan yang dialami saudara sesama muslim di Suriah. Akhirnya, ia kumpulkan penghasilan kerjanya, ia kuras semua uang tabungannya, ia jual barang-barang yang bisa ia jual. Untuk apa? Untuk membiayai jihad di Suriah.
Ia sadar medan jihad bukanlah pantai yang akan memberikannya pemandangan ombak yang indah. Ia sadar bahwa bumi jihad adalah bumi dimana nyawa dipertaruhkan, tubuh cacat untuk selamanya bisa dialami oleh para mujahidin akibat serangan bom ataupun terpaan peluru. Dan bahkan ketika ditanya, pria Perancis ini tidak ingin kembali ke Perancis lagi sampai ia syahid di medan jihad Suriah.
Mari kita lihat, begitu senangnya ia menghabiskan semua hasil kerja yang ia dapatkan, tabungan ia kuras, ia tinggalkan keluarga dan negaranya, demi apa? Demi jihad membela kehormatan ummat Islam yang terinjak injak oleh musuh-musuh Allah. Apa yang membuat ia begitu suka cinta dalam menyambut jihad ini? Apa yang membuat ia begitu ringannya melangkahkan kaki menuju medan jihad ini? Jawabnya adalah mahabbah ... kecintaan untuk taat kepada Allah yang lahir dari ikrar syahadat yang ia yakini.
Cinta inilah yang akan menjadikan seorang mujahid tersenyum ditengah kilatan peluru peperangan, cinta inilah yang menjadikan seorang muslim selalu ingin selalu ke masjid karna disana ia akan bertemu dengan Allah dalam sholatnya, cinta inilah seorang muslimah akan dengan bangga mengatakan " aku muslimah dan aku berhijab", cinta inilah yang menjadikan seorang istri untuk selalu taat kepada suaminya, cinta inilah yang akan menjadikan seorang muslim terbanggung ditengah malam untuk sholat sunnah menemui tuhannya, walaupun makhluk seisi dunia terlelap dalam tidur. Dan masih banyak lagi kisah teladan dengan tokoh para kekasih Allah yang mereka mencintai Allah melebih segalanya.
Seorang shohabiah yang begitu mencintai Allah dan RasulNya, bernama Nusaibah, saat gemuruh pasukan Islam berangkat meninggalkan kota madinah untuk berjihad di gunung uhud, yang saat itu sedang tertidur langsung terbangun, lalu membangunkan sang suami dengan membisikan dengan lembutkan ke telinga suaminya yang sedang tertidur bahwa pasukan jihad Rasulullah sedang berangkat. Mendengar bisikan istrinya, Said ( suami shohabiah Nusaibah ) bergegas bangun, dengan suka cita ia siapkan peralatan jihadnya, kudanya, dan bahkan shohabiah Nusaibah sempat berpesan kepada suaminya untuk tidak akan pulang sebelum menang.
Ia adalah muslimah yang mencintai Allah di atas segalanya, panggilan jihad ia jadikan sebagai momen untuk mempertegas ikrarnya bahwa ia siap untuk melepaskan siapa saja ataupun apa saja yang ia miliki untuk agama Allah, dan suaminyapun tidak mau kalah, ia begitu juga menjadikan Allah puncak atas segala cintanya. hingga akhirnya ia berjihad dan syahid.
Itulah cinta ... Mahabbah, menjadi sugesti ketaatan yang sulit ditemui pembandingnya. Semoga Allah membantu kita semua untuk menjadikan Allah semata kecintaan kita, menjadikan dunia remeh temeh yang ditinggalkan. Salah satu cara untuk menimbulkan kecintaan kepada Allah adalah dengan mengenal Allah, keagunganNya, kemahasempurnaanNya, keluasan rahmadNya, pengampunanNya, rizkiNya kepada kita semua. Semakin dalam kita mengenal Allah, maka kita akan semakin sadar betapa agungNya Allah dan betapa kerdilnya kita manusia yang tidak punya apa-apa. Semakin kita mengenal Allah, maka semakin dalam juga kecintaan kita kepadaNya. Mengenal Allah inilah yang biasa kita sebut dengan ma'rifatullah.
Wallahu a'lam, mungkin sampai disini dulu kajian sore kita, semoga bermanfaat, jika ada hal yang perlu didiskusikan.. dipersilahkan..
Wassalamu'alaikumwarahmatullahi wabarakatuh.
*Ustadz Fata Fauzi,Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar