Assalamualaikum wr wb.
Al qobul ( القبول) berarti menerima, sebagaimana kita sering mendengar kalimat ijab kabul. Kata kabul dalam kalimat di atas
berasal dari bahasa Arab Al Qobul, yang berarti menerima. Maksud Al Qobul dalam syahadat
ini adalah menerima segala ketentuan yang menjadi konsekuensi dari syahadat
yang kita ikrarkan. Menerima yang artinya tidak
melakukan penolakan dan juga penyangkalan, serta tidak memilih alternatif
selain apa yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Sebagaimana hal ini bisa kita
simak dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 36 yang artinya: "Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."
Begitu juga dalam surat An Nisa'
ayat 65 yang artinya: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
Di dua ayat di atas jelas sekali
Allah menyebutkan kewajiban bagi seorang muslim untuk menerima segala ketentuan
dari Allah dan RasulNya, tidak memilih yang lain sebagai hukum, tidak memilih
selain apa yang ditentukan Allah untuk dijadikan landasan menjalankan
kehidupan, semuanya dilandaskan pada apa yang telah ditentukan Allah. Dan sangat tidak patut serta
tidak layak bagi seorang muslim, yang berikrar bahwa ia hanya berTuhan kepada
Allah semata, namun mempunyai pilihan hukum lain selain hukum Allah, atau
mendahulukan egonya, medahulukan emosinya, mendahulukan akalnya dan mengabaikan
dan menolak hukum-hukum yang telah Allah tentukan.
Satu contoh yang saat ini sedang
menjadi sorotan media serta manusia, tentang prilaku LGBT. Allah mengharamkan liwad, liwad
adalah hubungan antar sejenis, dimana seorang laki-laki berpasangan dengan laki-laki, ataupun perempuan berpasangan dengan perempuan. Hal ini jelas dilarang dalam Islam, hukum Islam mengharamkan hal seperti ini, maka seorang muslim yang benar-benar memahami dan meyakini syahadat yang ia ikrarkan maka ia tidak akan pernah
menerima LGBT dengan pertimbangan apapun, baik pertimbangan HAM ataupun
pertimbangan kebebasan. Bahkan dalam Al Quran Allah
dengan jelas menuturkan kisah Nabi Luth yang diperintahkan untuk mendakwahi
kaumnya yang mempunyai prilaku menyimpang ini. LGBT bukanlah fenomena masa
kini, justru ribuan tahun yang silam, Allah sudah menunjukkan azab dan
siksaanNya bagi pelaku LGBT. Maka wajib bagi seorang muslim
untuk menerima hukum Allah yang mengharamkan prilaku lesbian dan homo sexsual
walaupun mungkin dipandangan HAM dan juga kebebasan prilaku tersebut adalah hal
yang harus dihormati.
Contoh yang lain. Seorang istri
dalam konsep Islam haruslah taat kepada suami, dan itulah hukumnya. Syahadat
kita haruslah menjadikan kita menerima hukum ini walaupun mungkin sebagian
istri berpenghasilan lebih dari pada suaminya, ataupun lebih tinggi level
akademiknya dibandingkan suami, ataupun mungkin lebih sukses dibandingkan
suami. Hal itu tidaklah menggugurkan kewajiban ketaatannya kepada suami,
karna hal ini sudah menjadi hukum dari Allah dan kita harus menerimanya. Begitu juga dengan seorang suami,
dalam hukum Islam haruslah memulyakan istrinya, memperlakukannya dengan baik,
tidak menyakiti hati ataupun fisiknya, tidak mendzoliminya, mendidiknya,
menjaganya, mencukupi nafkahnya, dan inilah hukum dari Allah, baik disebutkan
dalam Al Quran ataupun as sunnah, maka haram bagi seorang suami menolak
ketentuan ini, lalu membenarkan segala kedzolimannya yang ia lakukan kepada
istrinya dengan berbagai dalih. Walaupun ia yang menafkahi keluarganya, bukan
berarti seorang suami bisa sewenang-wenang kepada istrinya, dan begitulah
hukum Allah, dan kita wajib menerimanya dan haram menolaknya.
Segala pilihan kehidupan yang
mungkin saja ada didepan kita, hendaknya hukum-hukum Allah lah yang menjadi
pilihan kita. Dalam perjalanan kehidupan kita,
pasti kita akan menemukan pilihan-pilihan. Misal dalam satu kondisi, bisa saja
kita dihadapkan pada pilihan memperturutkan emosi dengan melampiaskan kemarahan,
atau menahan diri dan memaafkan. Dalam kondisi itu, jika kita
memilih terpancing oleh pancingan syetan, maka kita akan memperturutkan emosi
dan meluapkan kemarahan. Namun jika kita menahan diri, menenangkan gejolak
hati, dan memaafkan maka pada hakekatnya kita telah menerima ketentuan yang
ditawarkan Allah, sebagaimana perintah Allah dalam surat Al A’raf ayat 199 yang
artinya: "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raaf: 199 ).
Kehidupan pada hakekatnya adalah
rangkaian pilihan, dimana ada pilihan yang ditawarkan Allah dan pilihan yang
ditawarkan oleh syetan. Yang mau tidak mau kita pasti akan memilih salah
satunya, begitu mendengar panggilan azan, bagi seorang muslim, dia mempunyai
pilihan untuk bersegera menyambut dan menerima tawaran Allah, atau ia
mengabaikannya dan memilih tawaran lain yang hampir bisa dipastikan itu adalah
tawaran yang ditawarkan oleh syetan.
Seorang muslimah ketika tahu akan
kewajiban untuk berhijab, dihadapannya ada dua pilihan, antara menerima tawaran
hukum Allah, yaitu menutup auratnya, atau menolak tawaran hukum Allah ini
dengan seribu alasan lalu memilih tawaran yang ditawarkan oleh syetan dengan
tetap membuka auratnya dan berpakaian yang tidak sesuai hukum Allah. Syetan akan terus berjuang untuk
memalingkan kita dari tawaran Allah dan menolaknya, berbagai bujuk rayu dan
pembenaran akan terus syetan berikan kepada kita untuk menolak tawaran Allah. Bagi muslimah yang enggan menutup auratnya, syetan akan memberikan ia alasan,
bahkan beribu-ribu alasan. Dia bisikkan bahwa berjilbabnya nanti saja jika
sudah menikah, atau berjilbabnya nanti saja jika sudah tua, berjilbab itu bukan
ajaran Islam, tapi budaya barat, jilbab menghambat karir, dan sebagainya dan
sebagainya.
Bagi seorang muslim setan akan
berbisik untuk menolak jihad, jihad adalah terorisme, jihad adalah tindakan
barbar, tidak berkeprimanusiaan, melanggar HAM dan sebagainya hingga ia
akhirnya menolak konsep jihad yang jelas-jelas disebutkan di dalam Al Quran.
Dan anehnya, kita sebagai umat Islam menolak konsep jihad, dibagian lain kita membiarkan penjajahan dilakukan
oleh orang-orang kafir. Seperti saat ini bisa kita lihat namun kita seakan
tidak perduli bagaimana zionis Yahudi menjajah Palestina, Amerika menjajah Irak, Rusia dan sekutunya menjajah Suriah. Dan kita diam atas segala
tindakan terorisme yang mereka lakukan untuk menghabisi ummat Islam. Dan syahadat kita harus
menjadikan kita manusia-manusia yang selalu menerima segala ketentuan Allah, apapun itu bentuknya, dan demi Allah segala ketentuan Allah adalah baik buat
kita, Allah tidak pernah jahat kepada kita dengan syariatnya.
Allah mensyariatkan cara jual
beli yang jujur, itu baik buat kita, dan kita wajib menerima ketentuan ini. Allah menentukan hukum wajib
jihad, itu baik untuk kedaulatan dan kehormatan ummat Islam, kita harus
menerimanya. Allah memperbolehkan poligami,
Allah maha tahu segala problem kehidupan manusia, dan ini bisa saja menjadi
solusi kemasayarakatan keumatan dan kita wajib menerimanya. Dan segala hal yang sudah menjadi
ketentuan Allah dalam kitab dan sunnah nabiNya pasti itu baik untuk kita,
Allah yang menciptakan manusia, dan Allah maha baik, dan tidak mungkin Allah
menciptakan aturan yang akan berakibat buruk bagi kita semua.
Jika ada kasus dimana ketentuan-ketentuan itu terjadi di masyarakat dan justru menciptakan keburukan dalam
masyarakat, bisa dipastikan masalahnya bukan pada hukum Allah nya tapi pada
personalnya yang dalam menjalankan hukum tersebut tidak melihat aspek-aspek
yang terkait dengannya. Dalam syahadat, kita telah
berikrar bahwa kita akan menerima semua ketentuan yang Allah tetapkan dan
semua ketentuan itu pasti baik adanya. Jika hati kita menolaknya, maka hati
kita yang telah terkontaminasi oleh bisikan-bisikan syetan untuk menentang
Allah dan menolak hukum hukumnya.
Wallahu A'lam..
Ibu-ibu semua, saya rasa cukup
untuk kajian pagi ini dengan pembahasan Al Qobul fi makna syahadatain, namun
saya mohon maaf saya langsung berpamitan untuk segera mempersiapkan aktifitas
lainnya. Jika ada pertanyaan yang hendak didiskusikan, dipersilahkan, in
syaa Allah jika nanti ada kelonggaran waktu saya akan meresponnya. Mohon maaf
atas segala kesalahan, al afwu minkum.
Wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
*Ustadz Fata Fauzi,Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar