Snow

Jumat, 11 Maret 2016

KAJIAN: Syarat Sah Syahadat-Al Qobul



Assalamualaikum wr wb.
 
Al qobul ( القبول)  berarti menerima, sebagaimana kita sering mendengar kalimat ijab kabul. Kata kabul dalam kalimat di atas berasal dari bahasa Arab Al Qobul, yang berarti menerima. Maksud Al Qobul dalam syahadat ini adalah menerima segala ketentuan yang menjadi konsekuensi dari syahadat yang kita ikrarkan. Menerima yang artinya tidak melakukan penolakan dan juga penyangkalan, serta tidak memilih alternatif selain apa yang sudah ditetapkan oleh Allah.

Sebagaimana hal ini bisa kita simak dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 36 yang artinya: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."

Begitu juga dalam surat An Nisa' ayat 65 yang artinya: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."

Di dua ayat di atas jelas sekali Allah menyebutkan kewajiban bagi seorang muslim untuk menerima segala ketentuan dari Allah dan RasulNya, tidak memilih yang lain sebagai hukum, tidak memilih selain apa yang ditentukan Allah untuk dijadikan landasan menjalankan kehidupan, semuanya dilandaskan pada apa yang telah ditentukan Allah. Dan sangat tidak patut serta tidak layak bagi seorang muslim, yang berikrar bahwa ia hanya berTuhan kepada Allah semata, namun mempunyai pilihan hukum lain selain hukum Allah, atau mendahulukan egonya, medahulukan emosinya, mendahulukan akalnya dan mengabaikan dan menolak hukum-hukum yang telah Allah tentukan.

Satu contoh yang saat ini sedang menjadi sorotan media serta manusia, tentang prilaku LGBT. Allah mengharamkan liwad, liwad adalah hubungan antar sejenis, dimana seorang laki-laki berpasangan dengan laki-laki, ataupun perempuan berpasangan dengan perempuan. Hal ini jelas dilarang dalam Islam, hukum Islam mengharamkan hal seperti ini, maka seorang muslim yang benar-benar memahami dan meyakini syahadat yang ia ikrarkan maka ia tidak akan pernah menerima LGBT dengan pertimbangan apapun, baik pertimbangan HAM ataupun pertimbangan kebebasan. Bahkan dalam Al Quran Allah dengan jelas menuturkan kisah Nabi Luth yang diperintahkan untuk mendakwahi kaumnya yang mempunyai prilaku menyimpang ini. LGBT bukanlah fenomena masa kini, justru ribuan tahun yang silam, Allah sudah menunjukkan azab dan siksaanNya bagi pelaku LGBT. Maka wajib bagi seorang muslim untuk menerima hukum Allah yang mengharamkan prilaku lesbian dan homo sexsual walaupun mungkin dipandangan HAM dan juga kebebasan prilaku tersebut adalah hal yang harus dihormati.

Contoh yang lain. Seorang istri dalam konsep Islam haruslah taat kepada suami, dan itulah hukumnya. Syahadat kita haruslah menjadikan kita menerima hukum ini walaupun mungkin sebagian istri berpenghasilan lebih dari pada suaminya, ataupun lebih tinggi level akademiknya dibandingkan suami, ataupun mungkin lebih sukses dibandingkan suami. Hal itu tidaklah menggugurkan kewajiban ketaatannya kepada suami, karna hal ini sudah menjadi hukum dari Allah dan kita harus menerimanya. Begitu juga dengan seorang suami, dalam hukum Islam haruslah memulyakan istrinya, memperlakukannya dengan baik, tidak menyakiti hati ataupun fisiknya, tidak mendzoliminya, mendidiknya, menjaganya, mencukupi nafkahnya, dan inilah hukum dari Allah, baik disebutkan dalam Al Quran ataupun as sunnah, maka haram bagi seorang suami menolak ketentuan ini, lalu membenarkan segala kedzolimannya yang ia lakukan kepada istrinya dengan berbagai dalih. Walaupun ia yang menafkahi keluarganya, bukan berarti seorang suami bisa sewenang-wenang kepada istrinya, dan begitulah hukum Allah, dan kita wajib menerimanya dan haram menolaknya.

Segala pilihan kehidupan yang mungkin saja ada didepan kita, hendaknya hukum-hukum Allah lah yang menjadi pilihan kita. Dalam perjalanan kehidupan kita, pasti kita akan menemukan pilihan-pilihan. Misal dalam satu kondisi, bisa saja kita dihadapkan pada pilihan memperturutkan emosi dengan melampiaskan kemarahan, atau menahan diri dan memaafkan. Dalam kondisi itu, jika kita memilih terpancing oleh pancingan syetan, maka kita akan memperturutkan emosi dan meluapkan kemarahan. Namun jika kita menahan diri, menenangkan gejolak hati, dan memaafkan maka pada hakekatnya kita telah menerima ketentuan yang ditawarkan Allah, sebagaimana perintah Allah dalam surat Al A’raf ayat 199 yang artinya: "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raaf: 199 ).

Kehidupan pada hakekatnya adalah rangkaian pilihan, dimana ada pilihan yang ditawarkan Allah dan pilihan yang ditawarkan oleh syetan. Yang mau tidak mau kita pasti akan memilih salah satunya, begitu mendengar panggilan azan, bagi seorang muslim, dia mempunyai pilihan untuk bersegera menyambut dan menerima tawaran Allah, atau ia mengabaikannya dan memilih tawaran lain yang hampir bisa dipastikan itu adalah tawaran yang ditawarkan oleh syetan.

Seorang muslimah ketika tahu akan kewajiban untuk berhijab, dihadapannya ada dua pilihan, antara menerima tawaran hukum Allah, yaitu menutup auratnya, atau menolak tawaran hukum Allah ini dengan seribu alasan lalu memilih tawaran yang ditawarkan oleh syetan dengan tetap membuka auratnya dan berpakaian yang tidak sesuai hukum Allah. Syetan akan terus berjuang untuk memalingkan kita dari tawaran Allah dan menolaknya, berbagai bujuk rayu dan pembenaran akan terus syetan berikan kepada kita untuk menolak tawaran Allah. Bagi muslimah yang enggan menutup auratnya, syetan akan memberikan ia alasan, bahkan beribu-ribu alasan. Dia bisikkan bahwa berjilbabnya nanti saja jika sudah menikah, atau berjilbabnya nanti saja jika sudah tua, berjilbab itu bukan ajaran Islam, tapi budaya barat, jilbab menghambat karir, dan sebagainya dan sebagainya. 

Bagi seorang muslim setan akan berbisik untuk menolak jihad, jihad adalah terorisme, jihad adalah tindakan barbar, tidak berkeprimanusiaan, melanggar HAM dan sebagainya hingga ia akhirnya menolak konsep jihad yang jelas-jelas disebutkan di dalam Al Quran.

Dan anehnya, kita sebagai umat Islam menolak konsep jihad, dibagian lain kita membiarkan penjajahan dilakukan oleh orang-orang kafir. Seperti saat ini bisa kita lihat namun kita seakan tidak perduli bagaimana zionis Yahudi menjajah Palestina, Amerika menjajah Irak, Rusia dan sekutunya menjajah Suriah. Dan kita diam atas segala tindakan terorisme yang mereka lakukan untuk menghabisi ummat Islam. Dan syahadat kita harus menjadikan kita manusia-manusia yang selalu menerima segala ketentuan Allah, apapun itu bentuknya, dan demi Allah segala ketentuan Allah adalah baik buat kita, Allah tidak pernah jahat kepada kita dengan syariatnya.

Allah mensyariatkan cara jual beli yang jujur, itu baik buat kita, dan kita wajib menerima ketentuan ini. Allah menentukan hukum wajib jihad, itu baik untuk kedaulatan dan kehormatan ummat Islam, kita harus menerimanya. Allah memperbolehkan poligami, Allah maha tahu segala problem kehidupan manusia, dan ini bisa saja menjadi solusi kemasayarakatan keumatan dan kita wajib menerimanya. Dan segala hal yang sudah menjadi ketentuan Allah dalam kitab dan sunnah nabiNya pasti itu baik untuk kita, Allah yang menciptakan manusia, dan Allah maha baik, dan tidak mungkin Allah menciptakan aturan yang akan berakibat buruk bagi kita semua.

Jika ada kasus dimana ketentuan-ketentuan itu terjadi di masyarakat dan justru menciptakan keburukan dalam masyarakat, bisa dipastikan masalahnya bukan pada hukum Allah nya tapi pada personalnya yang dalam menjalankan hukum tersebut tidak melihat aspek-aspek yang terkait dengannya. Dalam syahadat, kita telah berikrar bahwa kita akan menerima semua ketentuan yang Allah tetapkan dan semua ketentuan itu pasti baik adanya. Jika hati kita menolaknya, maka hati kita yang telah terkontaminasi oleh bisikan-bisikan syetan untuk menentang Allah dan menolak hukum hukumnya.

Wallahu A'lam..

Ibu-ibu semua, saya rasa cukup untuk kajian pagi ini dengan pembahasan Al Qobul fi makna syahadatain, namun saya mohon maaf saya langsung berpamitan untuk segera mempersiapkan aktifitas lainnya. Jika ada pertanyaan yang hendak didiskusikan, dipersilahkan, in syaa Allah jika nanti ada kelonggaran waktu saya akan meresponnya. Mohon maaf atas segala kesalahan, al afwu minkum.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

*Ustadz Fata Fauzi,Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar