Snow

Jumat, 11 Maret 2016

TJ: Tentang Bahasa Arab nya orang Nasrani.

TANYA:

Assalamualaikum wr wb. Saya dapat bc dr grup sebelah ustad/ustadzah. Yg mau saya tanyakan:
1. Bagaimana sikap kita,pandangan kita sebagai muslim terhadap hal ini? Ada beberapa kelompok mungkin sangat ekstrim menyikapi hal ini. Kita di ajarkan Rasulullah menghargai,menghormati agama selain Islam. Namun kebanyakan kita yang muslim tak paham dengan bahasa ato tulisan Arab.
2. Bedah ayat surah Al Kafirun ustad , supaya kita tidak salah dalam memahami isi Al Quran. Syukron.

JAWAB:

Waalaikumsalam wr wb.

Pertama: bahasa Arab adalah bahasa Al Quran, namun tidak semua orang Arab adalah muslim, dan bukan berarti bahasa Arab adalah bahasa milik orang Islam yang jika ada orang menggunakan bahasa Arab untuk menulis sesuatu yang tidak Islami maka kita tentang. Jika ada kalimat yang menjadi simbol dan karakter islam baik dalam bahasa Arab ataupun bahasa lain, kemudian dilecehkan maka itu kita wajib untuk bereaksi untuk menjaga kehormatan islam. 

Di beberapa negara Arab, seperti Mesir, Palestina, Yordan, Lebanon, banyak disana kita temukan orang nasrani atau yahudi, dan mereka semua adalah orang-orang Arab yang memang lahir dari suku Arab, namun mereka tidak menerima Islam dan tetap dengan keyakinan nasrani ataupun yahudi. Bahkan di Mesir, ada kristen koptik, mereka meyakini bahwa kristen yang mereka anut adalah kristen yang berasal dari Qibti, bangsa dimana Nabi Musa berasal. Dan salah satu istri Rasulullah ada yang berasal dari suku ini, suku Qibti, yaitu Mariah Qibtiah, tapi Mariyah Qibtiah ini menjadi istri Rasulullah dan menjadi muslimah. Namun sampai saat ini masih banyak dari mereka yang tetap kristen. Artinya orang Arab juga ada yang tidak islam. Dan saya yakin jika kita membuka injil mereka, pasti berbahasa Arab, lalu apakah kita memaksa mereka untuk mengganti injil mereka untuk diganti dengan selain bahasa Arab? Tentunya tidak, karna memang mereka adalah orang Arab yang setiap harinya mereka berbahasa Arab. Jadi hemat saya, kita jangan terlalu sensitif dengan semua hal yang ditulis dengan tulisan Arab, jika ada injil, atau mungkin syair yang ada di injil lalu dicetak dan dipublikasikan dengan bahasa Arab, itu hak mereka, kecuali jika mereka mencatut simbol dan juga tulisan-tulisan yang memang menjadi karakter keIslaman lalu mereka belokkan, mereka pelintir ke makna yang mengarah ke agama kristen, atau mereka lecehkan, kita tidak boleh diam, itu namanya pelecehan. Semasa saya kuliah dulu, saya pernah membaca buku karya Karl Mark, sosialis, tapi dalam edisi Arabnya, ditulis dalam bahasa Arab, dan itu saya temukan di perpustakaan kampus saya dulu. Sedangkan sosialis, komunis dan sebagainya tentunya tidak sesuai dengan konsep Islam.

Kedua, sebenarnya ini justru tamparan buat kita sebagai umat Islam yang ternyata tidak faham bahasa Arab. Al quran dan hadits nabi, yang menjadi rujukan kita berIslam, semuanya menggunakan bahasa Arab. Jika kita sekarang tidak bisa membedakan mana tulisan Arab yang merupakan ayat Al Qur'an atau hadits nabi, dan mana tulisan Arab yang berisikan ayat injil, maka itu artinya kita tidak kenal dengan Al Qur'an dan hadits nabi. Ketidak kenalan kita membuat kita tidak bisa membedakannya. Seorang yang dihadapkan pada dua hal yang berbeda sebenarnya, namun dia tidak bisa membedakanny, maka dipastikan bahwa ia tidak kenal masing-masing dari dua hal tersebut atau bahkan memang sama sekali buta atas keduanya. Artinya kita ummat Islam namun jauh dari tuntunan kita, tidak tahu siapa dan apa panutan kita.

Kita harus banyak belajar. Ketiga : Islam berkembang, dari hanya sekitar 80 orang mukmin yang berhijrah dari Makkah ke Madinan, lalu terus berkembang. Hampir semua orang Madinah menerima Islam, lalu meluas ke Mesir, ke Syam, Persia, bahkan akhirnya menembus selat yang memisahkan Maroko dan Eropa dan memimpin eropa tidak kurang dari 7 abad di spanyol. Itu semua bukan karna Islam selalu datang dengan kebencian, kecurigaan, dan semacamnya. Tapi islam datang dengan cinta, merangkul, kasih sayang, dan jauh dari dendam dan saling curiga. Dulu manusia mereka lebih beradab, lebih berpendidikan, lebih maju, lebih toleran, lebih religius dengan Islam, makanya mereka berbondong-bondong masuk Islam. Dan untuk itu, segala hal yang bertentangan dengan itu, kecurigaan, kebencian dan semacamnya terhadap ummat lain tidak menjadi Islam nampak indah di pandangan manusia. Walaupun tetap, ada batasan yang harus tetap dijaga sebagai benteng kemurnian cara beragama kita yang tentunya berbeda dengan apa yang mereka yakini dan lakukan, dan itu dengan jelas dipaparkan dalam surat Al Kafirun. Untuk artinya dari setiap ayat dalam surat Al Kafirun dipersilahkan ibu-ibu semua untuk membuka Al Qur'an terjemah.

Adapun asbabun nuzul surat Al Kafirun itu terkait dengan tawar menawar yang disampaikan oleh orang- orang kafir kepada Nabi Muhammad. Disebutkan dalam satu riwayat bahwa orang orang kafir mendatangi Rasulullah untuk memberikan tawaran harta, jika memang Rasulullah mau harta yang banyak, atau pangkat, jika memang Rasulullah mau menjadi pemimpin maka mereka akan mengangkat beliau sebagai pemimpin mereka, atau jika Rasulullah mau, maka mereka menawarkan wanita tercantik di jazirah Arab untuk dinikahkan dengan rasulullah.. sebagai gantinya mereka meminta rasulullah untuk menghentikan dakwah beliau. Dalam riwayat lain disebutkan tawaran ini disampaikan oleh orang-orang musyrik kepada nabi melalui perantara paman nabi yaitu Abu Thalib. Lalu Rasulullah menjawab, jangan kan itu semua, jika saja mereka akan memberikan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, niscaya aku tidak akan pernah menghentikan dakwahku. Lalu turun surat Al Kafirun.

Dan dalam riwayat lain disebutkan mereka bernegosiasi dengan Rasulullah bagaimana jika mereka ikut menyembah Allah Tuhannya ummat Islam setahun, lalu setelah itu Rasulullah dan ummatnya ikut mereka menyembah berhala setahun dan terus bergantian seperti itu agar sama-sama bisa menyatu dan tidak perlu berbenturan. Kemudian turunlah surat Al Kafirun yang menjelaskan batas-batas ketauhidan, dimana bahwa seorang muslim tidak akan menyembah Tuhan orang-orang musyrik (berhala) dan begitu juga sebaliknya, orang-orang kafir tidak perlu menyembah Allah, Tuhan orang-orang mukmin.

Inilah ketegasan dalam aqidah. Namun dalam interaksi keseharian, Rasulullah memberikan contoh bahwa Rasulullah sangat menghargai orang-orang diluar Islam, sebagaimana kita akan temukan bagaimana perlakuan dan prilaku Rasulullah kepada mereka yang memang tidak memusuhi Islam. Rasulullah sangat menghargai mereka, dengan batasan-batasan yang tidak menjadikan Islam kabur dan bercampur dengan kerancauan konsep ketuhanan di luar islam.

Wallahu a'lam.

*Ustadz Fata Fauzi,Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar