29 Desember 2015
Assalamualaikum wr wb.
Segala puji milik Allah dzat yang
memberikan nikmat kepada hambaNya tanpa mampu dihitung oleh angka. Sholawat serta salam semoga terus
terhaturkan kehadirat nabi Muhammad SAW, dan semoga saja kita kelak mendapatkan
syafaatnya.
Bagaimana kabar ibu-ibu semua? Semoga Allah selalu memberkahi kita semua.
Dalam kesempatan yang lalu ada
pertanyaan tentang bid'ah yang belum saya jawab, dan malam ini saya ingin
menjawabnya dan sekaligus bid'ah akan menjadi tema kajian kita malam ini.
Saya sadar bahwa bid'ah adalah
tema yang sangat luas dan pelik, dan mungkin saja tidak akan cukup waktunya untuk kita mendiskusikannya
kalau hanya sebatas satu jam dua jam saja, namun walaupun begitu saya ingin
mencoba mendiskusikan hal ini, semoga saja bisa memberikan pencerahan untuk
kita semua, dan saya berharap bahasan tentang bid'ah ini akan memberikan kita
cakrawala yang lebih luas dalam memahami perbedaan padangan dalam dunia Islam,
bukan justru kita terjebak dalam kotak kecil yang selalu menuduh muslim lain
sebagai ahli bid'ah.
Secara bahasa bid'ah adalah
bahasa Arab yang berasal dari akar kata bada'a yang berarti sesuatu yang baru
dan belum ada sebelumnya. Namun dalam pengertian syar'i,
mungkin lebih tepat saya sebut dalam pandangan fiqih, ternyata ulama
berbeda pendapat dalam mendifinisikan bid'ah itu sendiri.
Secara garis besar, ada dua
kelompok yang berbeda dalam memahami apa itu bid'ah. Dan disini saya menyebutnya dengan sebutan, pertama :
kelompok berpendangan ketat, dan kedua kelompok berpandangan moderat. Kelompok pertama yang
berpandangan ketat, mereka mendefinisikan bid'ah sebagai segala sesuatu yang
tidak ada di zaman Rasulullah, lalu muncul kemudian, dan hukumnya ada sesat. Mereka memandang bahwa semua yang
ada saat ini, dan tidak ada contoh dari Rasulullah adalah bid'ah dan hukumnya sesat. Mereka berdalil dengan hadits
berikut : "Sesungguhnya sebaik-baik
perkataan adalah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad,
dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru dan semua bid’ah
adalah kesesatan” (HR Muslim no 2042). Dalam riwayat hadits lain redaksi
terakhir hadits ini adalah "Dan semua perkara yang baru adalah bid’ah dan
seluruh bid’ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka” (HR An-Nasaai
no 1578). Bisa kita perhatikan dalam hadits
diatas bahwa semua yang baru, artinya yang tidak ada dizaman Rasulullah namun
muncul sekarang adalah bid'ah, dan bid'ah sesat, dan setiap kesesatan akan
dineraka. Berkat cara mendefiniskan bid'ah
seperti itu mengakibatkan cara pandang mereka dengan mudah akan melabeli semua
hal yang mereka nilai tidak berlandaskan contoh dan dalil dari Rasulullah
sebagai bid'ah. Dan ini bisa kita lihat ada yang
mengatakan bahwa tahlilan, dua azan saat sholat jumat, takbir keliling menyambut
idul fitri atau idul adha, membaca takbir dengan speaker di masjid-masjid malam
lebaran, tadarusan sepanjang malam ramadhan dan sebagainya sebagi bid'ah,
karena mereka tidak menemukan Rasulullah melakukan hal itu semua. Pandangan kebid'ahan atas hal-hal
diatas itu karena definisi bid'ah yang terlalu ketat.
Mereka akan mengatakan membaca
takbir saat malam lebaran adalah kesunnahan tapi Rasulullah tidak pernah
mencontohkan dengan berkeliling, dan Rasulullah hanya mencontohkan bertakbir
dan tidak berkeliling. Jika kita bertakbir dengan
berkeliling maka itu tidak sesuai dengan contoh Rasulullah, dan itu artinya hal
baru yang tidak dilakukan oleh Rasulullah sebelumnya, itu bid'ah dan semua
bid'ah adalah sesat. Termasuk dalam hal ini, adalah
maulid nabi, dan mereka akan membid'ahkan maulid nabi karena nabi, dan para
sahabat dulu tidak pernah melakukan perayaan maulid nabi.
Kelompok kedua, kelompok yang
saya sebut sebagai kelompok berpandangan moderat, mereka mendefinisikan bid'ah
adalah segala hal yang baru dan tidak ada di zaman Rasulullah, dan terdapat
dalil pelarangannya. Kelompok kedua ini sepakat dalam
definisi bagian awal dengan kelompok awal, yaitu mereka sepakat bahwa bid'ah
adalah hal yang baru, yang tidak ada di zaman Rasulullah SAW, namun kelompok kedua
ini menambahkan hal itu akan menjadi bid'ah jika ada dalil larangannya, dengan
kata lain jika tidak ada dalil yang melarang untuk melakukannya walaupun tidak
ada di zaman Rasulullah SAW maka hal itu boleh dilakukan. Kelompok kedua ini berdalil
dengan dalil berikut:
من أحـدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Hadits ini diriwayatkan oleh imam
bukhori dan imam muslim, yang artinya : Barangsiapa
membuat hal baru yang tidak berdasarkan atas
ajaranku maka ia tertolak.
Mari kita cermati hadits ini,
disana Rasulullah melarang untuk membuat hal baru yang tidak berdasarkan
ajarannya, dengan kata lain jika hal baru itu ditemukan ada dasarnya dari Rasulullah, walaupun dulu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah maka hal itu
boleh. Makanya kelompok ini melihat
maulid, bukan sebuah bid'ah karena Rasulullah saja pernah menyatakan bahwa
beliau suka melakukan puasa hari senin karna hari senin itu hari kelahirannya,
dan bahkan puasa hari senin menjadi puasa yang disunnahkan. Artinya secara tidak lansung Rasulullah mengingat hari kelahirannya, dan mensyukurinya dengan cara beribadah
kepada Allah dalam bentuk puasa. Jadi, jika sekarang kita
melakukan sebuah acara untuk mengingat kelahiran Rasulullah, itu ada dalilnya,
walaupun tidak langsung dan itu artinya bukan bid'ah, ini pandangan kelompok kedua.
Tahlilan, bagi kelompok pertama
yang berpandangan ketat dalam mendefinisikan bid'ah mereka akan mengatakan bahwa
tahlilan adalah bid'ah, karna Rasulullah tidak pernah tahlilan, namun bagi kelompok
kedua ini bukan bid'ah. Karna tahlilan adalah satu kata
berasal dari kata hallala, yang artinya laa ilaaha illallahu, seperti
hambdalah, hamdalah adalah kalimat yang bermakna alhamdulillah, basmalah
bermakna bismillah dan sebagainnya. Dan tahlil, adalah laa ilaaha
illallahu, kalimat ini tentunya adalah kalimat tayibah yang dianjurkan untuk
banyak banyak dibaca, karna ia adalah kalimat tauhid. Bagi yang bisa mengikuti kegiatan
tahlilan akan tahu apa saja yang dibaca dalam tahlilaln, ternyata yang dibaca
itu adalah kalimat kalimat dzikir yang berasal dari ayat ayat al quran, dan
hadits, dan semuanya itu kalimat toyibah (kalimat yang baik) yang disusun
dengan susunan tertentu. Mirip dengan ma'tsurat yang juga
beredar dibaca oleh banyak kaum muslimin. Jadi dari sisi kontain dan isi tidak
ada yang bid'ah harusnya. Ini versi kelompok kedua. Dan biasanya kelompok pertama
akan tetap membid'ahkan tahlilan karena disana dicara secara berjamaah, dan Rasulullah tidak pernah dzikir secara berjamaah, apalagi menentukan waktu
khusus malam jumat.
Tapi kelompok keduapun akan
menjawab, Allah sangat suka dengan jamaah, sholat terbaik itu adalah sholat
berjamaah, bahkan Rasulullah pernah mewanti wanti untuk kita selalu berjamaah
(bersatu), jangan sampai bercarai berai, lalu kenapa saat kita mengingat Allah
dengan dzikir dzikir yang baik tidak boleh berjamaah.?
Ibu-ibu semua., begitulah bid'ah
dalam diskusi fiqih. Dan ini berakar kepada bagaimana
kita mendefinisikan bid'ah itu sendiri, dan dari itu nantinya lahir bagaimana
sikap masing-masing orang dalam menghukumi bid'ah ini. Secara bahasa tidak ada
kekhususan, apapun yang baru, yang tidak ada sebelumnya dinamakan bid'ah,
sedangkan dalam sisi syariat tentunya yang menjadi objek syariah adalah urusan
yang terkait dengan agama.
Namun kalau direnungkan, apakah ada
hal-hal didunia ini yang kita lakukan yang terlepas dari Islam kita? Saya
memandang semua urusan seorang muslim harus disesuaikan dengan agama, dan kita
tidak patut membuat kelompok, ini urusan dunia, jangan dikait-kaitkan dengan
agama, ini urusan agama, yang dikait- kaitkan dengan agama. Pandangan ini adalah
pandangan sekuler yang tentunya "menurut saya" tidak diajarkan dalam Islam. Semua urusan kita harus kita sesuaikan dengan Islam.
Ibu-ibu semua ... Semua yang kita
sebutkan tadi, mulai dari tahlilan, mauliadan, dan seterusnya, itu adalah hal
yang bukan merupakan dasar keislaman kita, dalam istilah syariatnya disebut
dengan sebuatan furu'iyah, dan perbedaan pendapat dalam furu'iyah adalah hal
yang wajar tidak perlu kita pusingkan, karena kesalahan dalam hal ini tidak
akan menjadikan seseorang menjadi murtat (keluar dari Islam).
Anggap saja kelompok pertama
benar dan kelompok kedua salah, atau sebaliknya, bagi yang salah dalam hal ini
tidak akan menjadi sesat, karna ini dalam ranah furu'iah. Disini saya mengemukakan dua
pandangan kelompok yang ada, dan saya tidak memaksakan untuk memenangkan satu
kelompok dan mengalahkan satu kelompok lainnya. Itu adalah hak pribadi ibu-ibu. Namun sebagai hal yang harus
digaris bawahi adalah, semua yang tadi kita diskusikan adalah ranah dzonniyul
istidlal, dan itu artinya adalah ranah yang jikapun ada orang yang salah dalam
hal ini, kesalahannya tidak akan menjadikan ia keluar dari Islam, maka saya
berpesan kepada kita semua, dimanapun posisi anda berdiri dari kedua kelompok
ini, hindari vonis sesat kepada sesama muslim yang berbeda pendapat dengan
anda.
Terkait dengan bid'ah hasanah dan
bid'ah dolalah, itu adalah pendapat imam syafi'i, bahwa beliau membagi bid'ah
menjadi dua dan itu juga berdalil. Dan in syaa allah bisa kita bahas lebih
detil dipertemuan selanjutnya karena dengan sisa waktu yang ada sangat tidak
memungkinkan mendiskusikan hal itu.
Dalam pandangan kelompok pertama
bahwa mereka berpandangan seperti itu karena mereka menilai dengan inilah
mereka ittiba' ar rasul, namun dalam pandangan kelompok kedua, apakah dengan
maulid kami tidak mengikuti rasul? Kami juga mengikuti rasul, namun waktu dan
zaman yang berbeda mereka menilai bahwa perayaan maulid tidak keluar dari ajaran Rasulullah. Dan saya tahu, ibu-ibu mempunyai
pandangan yang bisa saja berbeda, dan akhlak kita saat berbeda pendapat adalah
dengan saling menghargai dan tetep menjaga ukhuwah dan persaudaraan Islam.
Saya rasa untuk kajian malam ini
kita cukupi, dan in syaa allah pekan depan kita teruskan masih dalam tema yang
sama, termasuk padangan ulama ulama terhadap hukum bid'ah, bahkan pembagian
bid'ah, dan yang paling terkenal dalam pembagian bid'ah adalah imam as syafi'i,
dan in syaa allah kita bahas di waktu yang akan akan datang.. al afwu minkunn.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
*Ustadz Fata Fauzi,Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar