Snow

Selasa, 23 Februari 2016

KAJIAN: Bid'ah sesi 1



29 Desember 2015

Assalamualaikum wr wb.
Segala puji milik Allah dzat yang memberikan nikmat kepada hambaNya tanpa mampu dihitung oleh angka. Sholawat serta salam semoga terus terhaturkan kehadirat nabi Muhammad SAW, dan semoga saja kita kelak mendapatkan syafaatnya.

Bagaimana kabar ibu-ibu semua? Semoga Allah selalu memberkahi kita semua.

Dalam kesempatan yang lalu ada pertanyaan tentang bid'ah yang belum saya jawab, dan malam ini saya ingin menjawabnya dan sekaligus bid'ah akan menjadi tema kajian kita malam ini.

Saya sadar bahwa bid'ah adalah tema yang sangat luas dan pelik, dan mungkin saja tidak akan  cukup waktunya untuk kita mendiskusikannya kalau hanya sebatas satu jam dua jam saja, namun walaupun begitu saya ingin mencoba mendiskusikan hal ini, semoga saja bisa memberikan pencerahan untuk kita semua, dan saya berharap bahasan tentang bid'ah ini akan memberikan kita cakrawala yang lebih luas dalam memahami perbedaan padangan dalam dunia Islam, bukan justru kita terjebak dalam kotak kecil yang selalu menuduh muslim lain sebagai ahli bid'ah.

Secara bahasa bid'ah adalah bahasa Arab yang berasal dari akar kata bada'a yang berarti sesuatu yang baru dan belum ada sebelumnya. Namun dalam pengertian syar'i, mungkin lebih tepat saya sebut dalam pandangan fiqih, ternyata ulama berbeda pendapat dalam mendifinisikan bid'ah itu sendiri.

Secara garis besar, ada dua kelompok yang berbeda dalam memahami apa itu bid'ah. Dan disini saya  menyebutnya dengan sebutan, pertama : kelompok berpendangan ketat, dan kedua kelompok berpandangan moderat. Kelompok pertama yang berpandangan ketat, mereka mendefinisikan bid'ah sebagai segala sesuatu yang tidak ada di zaman Rasulullah, lalu muncul kemudian, dan hukumnya ada sesat. Mereka memandang bahwa semua yang ada saat  ini, dan tidak ada contoh dari Rasulullah adalah bid'ah dan hukumnya sesat. Mereka berdalil dengan hadits berikut : "Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru dan semua bid’ah adalah kesesatan” (HR Muslim no 2042). Dalam riwayat hadits lain redaksi terakhir hadits ini adalah "Dan semua perkara yang baru adalah bid’ah dan seluruh bid’ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka” (HR An-Nasaai no 1578). Bisa kita perhatikan dalam hadits diatas bahwa semua yang baru, artinya yang tidak ada dizaman Rasulullah namun muncul sekarang adalah bid'ah, dan bid'ah sesat, dan setiap kesesatan akan dineraka. Berkat cara mendefiniskan bid'ah seperti itu mengakibatkan cara pandang mereka dengan mudah akan melabeli semua hal yang mereka nilai tidak berlandaskan contoh dan dalil dari Rasulullah sebagai bid'ah. Dan ini bisa kita lihat ada yang mengatakan bahwa tahlilan, dua azan saat sholat jumat, takbir keliling menyambut idul fitri atau idul adha, membaca takbir dengan speaker di masjid-masjid malam lebaran, tadarusan sepanjang malam ramadhan dan sebagainya sebagi bid'ah, karena mereka tidak menemukan Rasulullah melakukan hal itu semua. Pandangan kebid'ahan atas hal-hal diatas itu karena definisi bid'ah yang terlalu ketat.

Mereka akan mengatakan membaca takbir saat malam lebaran adalah kesunnahan tapi Rasulullah tidak pernah mencontohkan dengan berkeliling, dan Rasulullah hanya mencontohkan bertakbir dan tidak berkeliling. Jika kita bertakbir dengan berkeliling maka itu tidak sesuai dengan contoh Rasulullah, dan itu artinya hal baru yang tidak dilakukan oleh Rasulullah sebelumnya, itu bid'ah dan semua bid'ah adalah sesat. Termasuk dalam hal ini, adalah maulid nabi, dan mereka akan membid'ahkan maulid nabi karena nabi, dan para sahabat dulu tidak pernah melakukan perayaan maulid nabi.

Kelompok kedua, kelompok yang saya sebut sebagai kelompok berpandangan moderat, mereka mendefinisikan bid'ah adalah segala hal yang baru dan tidak ada di zaman Rasulullah, dan terdapat dalil pelarangannya. Kelompok kedua ini sepakat dalam definisi bagian awal dengan kelompok awal, yaitu mereka sepakat bahwa bid'ah adalah hal yang baru, yang tidak ada di zaman Rasulullah SAW, namun kelompok kedua ini menambahkan hal itu akan menjadi bid'ah jika ada dalil larangannya, dengan kata lain jika tidak ada dalil yang melarang untuk melakukannya walaupun tidak ada di zaman Rasulullah SAW maka hal itu boleh dilakukan. Kelompok kedua ini berdalil dengan dalil berikut:
 من أحـدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Hadits ini diriwayatkan oleh imam bukhori dan imam muslim, yang artinya : Barangsiapa membuat hal baru yang tidak berdasarkan atas  ajaranku maka ia tertolak.

Mari kita cermati hadits ini, disana Rasulullah melarang untuk membuat hal baru yang tidak berdasarkan ajarannya, dengan kata lain jika hal baru itu ditemukan ada dasarnya dari Rasulullah, walaupun dulu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah maka hal itu boleh. Makanya kelompok ini melihat maulid, bukan sebuah bid'ah karena Rasulullah saja pernah menyatakan bahwa beliau suka melakukan puasa hari senin karna hari senin itu hari kelahirannya, dan bahkan puasa hari senin menjadi puasa yang disunnahkan. Artinya secara tidak lansung Rasulullah mengingat hari kelahirannya, dan mensyukurinya dengan cara beribadah kepada Allah dalam bentuk puasa. Jadi, jika sekarang kita melakukan sebuah acara untuk mengingat kelahiran Rasulullah, itu ada dalilnya, walaupun tidak langsung dan itu artinya bukan bid'ah, ini pandangan kelompok kedua.

Tahlilan, bagi kelompok pertama yang berpandangan ketat dalam mendefinisikan bid'ah mereka akan mengatakan bahwa tahlilan adalah bid'ah, karna Rasulullah tidak pernah tahlilan, namun bagi kelompok kedua ini bukan bid'ah. Karna tahlilan adalah satu kata berasal dari kata hallala, yang artinya laa ilaaha illallahu, seperti hambdalah, hamdalah adalah kalimat yang bermakna alhamdulillah, basmalah bermakna bismillah dan sebagainnya. Dan tahlil, adalah laa ilaaha illallahu, kalimat ini tentunya adalah kalimat tayibah yang dianjurkan untuk banyak banyak dibaca, karna ia adalah kalimat tauhid. Bagi yang bisa mengikuti kegiatan tahlilan akan tahu apa saja yang dibaca dalam tahlilaln, ternyata yang dibaca itu adalah kalimat kalimat dzikir yang berasal dari ayat ayat al quran, dan hadits, dan semuanya itu kalimat toyibah (kalimat yang baik) yang disusun dengan susunan tertentu. Mirip dengan ma'tsurat yang juga beredar dibaca oleh banyak kaum muslimin. Jadi dari sisi kontain dan isi tidak ada yang bid'ah harusnya. Ini versi kelompok kedua. Dan biasanya kelompok pertama akan tetap membid'ahkan tahlilan karena disana dicara secara berjamaah, dan Rasulullah tidak pernah dzikir secara berjamaah, apalagi menentukan waktu khusus malam jumat.

Tapi kelompok keduapun akan menjawab, Allah sangat suka dengan jamaah, sholat terbaik itu adalah sholat berjamaah, bahkan Rasulullah pernah mewanti wanti untuk kita selalu berjamaah (bersatu), jangan sampai bercarai berai, lalu kenapa saat kita mengingat Allah dengan dzikir dzikir yang baik tidak boleh berjamaah.?

Ibu-ibu semua., begitulah bid'ah dalam diskusi fiqih. Dan ini berakar kepada bagaimana kita mendefinisikan bid'ah itu sendiri, dan dari itu nantinya lahir bagaimana sikap masing-masing orang dalam menghukumi bid'ah ini. Secara bahasa tidak ada kekhususan, apapun yang baru, yang tidak ada sebelumnya dinamakan bid'ah, sedangkan dalam sisi syariat tentunya yang menjadi objek syariah adalah urusan yang terkait dengan agama.

Namun kalau direnungkan, apakah ada hal-hal didunia ini yang kita lakukan yang terlepas dari Islam kita? Saya memandang semua urusan seorang muslim harus disesuaikan dengan agama, dan kita tidak patut membuat kelompok, ini urusan dunia, jangan dikait-kaitkan dengan agama, ini urusan agama, yang dikait- kaitkan dengan agama. Pandangan ini adalah pandangan sekuler yang tentunya "menurut saya" tidak diajarkan dalam Islam. Semua urusan kita harus kita sesuaikan dengan Islam.

Ibu-ibu semua ... Semua yang kita sebutkan tadi, mulai dari tahlilan, mauliadan, dan seterusnya, itu adalah hal yang bukan merupakan dasar keislaman kita, dalam istilah syariatnya disebut dengan sebuatan furu'iyah, dan perbedaan pendapat dalam furu'iyah adalah hal yang wajar tidak perlu kita pusingkan, karena kesalahan dalam hal ini tidak akan menjadikan seseorang menjadi murtat (keluar dari Islam).

Anggap saja kelompok pertama benar dan kelompok kedua salah, atau sebaliknya, bagi yang salah dalam hal ini tidak akan menjadi sesat, karna ini dalam ranah furu'iah. Disini saya mengemukakan dua pandangan kelompok yang ada, dan saya tidak memaksakan untuk memenangkan satu kelompok dan mengalahkan satu kelompok lainnya. Itu adalah hak pribadi ibu-ibu. Namun sebagai hal yang harus digaris bawahi adalah, semua yang tadi kita diskusikan adalah ranah dzonniyul istidlal, dan itu artinya adalah ranah yang jikapun ada orang yang salah dalam hal ini, kesalahannya tidak akan menjadikan ia keluar dari Islam, maka saya berpesan kepada kita semua, dimanapun posisi anda berdiri dari kedua kelompok ini, hindari vonis sesat kepada sesama muslim yang berbeda pendapat dengan anda.

Terkait dengan bid'ah hasanah dan bid'ah dolalah, itu adalah pendapat imam syafi'i, bahwa beliau membagi bid'ah menjadi dua dan itu juga berdalil. Dan in syaa allah bisa kita bahas lebih detil dipertemuan selanjutnya karena dengan sisa waktu yang ada sangat tidak memungkinkan mendiskusikan hal itu.

Dalam pandangan kelompok pertama bahwa mereka berpandangan seperti itu karena mereka menilai dengan inilah mereka ittiba' ar rasul, namun dalam pandangan kelompok kedua, apakah dengan maulid kami tidak mengikuti rasul? Kami juga mengikuti rasul, namun waktu dan zaman yang berbeda mereka menilai bahwa perayaan maulid tidak keluar dari ajaran Rasulullah. Dan saya tahu, ibu-ibu mempunyai pandangan yang bisa saja berbeda, dan akhlak kita saat berbeda pendapat adalah dengan saling menghargai dan tetep menjaga ukhuwah dan persaudaraan Islam.

Saya rasa untuk kajian malam ini kita cukupi, dan in syaa allah pekan depan kita teruskan masih dalam tema yang sama, termasuk padangan ulama ulama terhadap hukum bid'ah, bahkan pembagian bid'ah, dan yang paling terkenal dalam pembagian bid'ah adalah imam as syafi'i, dan in syaa allah kita bahas di waktu yang akan akan datang.. al afwu minkunn.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

*Ustadz Fata Fauzi,Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar