Snow

Rabu, 24 Februari 2016

TJ: Mana yang lebih utama, nafkah ke istri atau ipar.



TANYA:

Assalamualaikum wr wb. Semisal orang tua suami masih utuh ibu dan bapak dan masih bisa kerja karna usia blm ada 50tahun, tapi kondisinya ibu yang bekerja, bapak hanya diam dirumah, kemudian suami sebagai anak pertama dan punya adek2 yg masih butuh biaya pendidikan, dan sejak awal menikah istri sudah dikasih tau mertua bahwa nanti setelah menikah suami punya tanggung jawab untuk menyekolahkan adik2nya sampe lulus kuliah. Apa mau dikata kehidupan rumah tangga jika sudah punya anak sendiri kebutuhan pun semakin banyak. Pertanyaanya mana yang harus didahulukan kepentingan istri atau kepentingan saudara ipar dalam hal kebutuhan? Mengingat mertua selalu bilang itu cara suami berbakti ke orang tua dengan menyekolahkan adek2. Apakah boleh seperti itu? Menafkahi saudara sedang orangtua  masih ada dan seharusnya mampu, apa hukumnya?

JAWAB:

Waalaikumsalam wr wb. Bismillahirahmanirrahim. Kondisi seperti ini memang sering terjadi dalam sebuah keluarga. Sebelum menjawabnya, saya ingin mengatakan bahwa pandangan mampu tidak mampu terhadap kondisi orang lain, bisa saja itu sangat subjektif. Maksudnya adalah ada orang yang kita lihat kehidupannya berkecukupan, namun sebenarnya ia juga pontang-panting dalam menjalaninya. Namun sikap tenang dan kalemnya menggambarkan seakan dia dalam kondisi baik dan tenang, dan kenyataannya sebaliknya.

Seorang suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi nafkah keluarganya, baik hanya untuk istrinya (karna belum punya anak) ataupun juga dengan anak-anaknya. Dan disisi lain seorang suami bisa saja juga masih merupakan anak dari orang tuanya. Dan seorang anak wajib juga berbakti kepada orang tuanya. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda " Anta wa maluka li abika... engkau dan hartamu adalah milik bapakmu". Namun hadits ini bukan berarti orang tua seenaknya saja mengambil harta anak-anaknya. Hadits ini digabungkan lagi dengan perintah bakti kepada orang tua yang sangat banyak sekali kita temukan dalam ayat al quran ataupun hadits Rasulullah SAW, dan maksudnya adalah diri serta harta seorang anak jika dibutuhkan dalam berbakti kepada orang tua maka harus ditunaikan. Jangankan harta, diri pribadi seorang anak laki-laki jika memang itu dibutuhkan untuk berbakti kepada orang tuanya maka wajib ia serahkan, tentunya untuk hal kebaikan.

Makanya kita pernah mendapatkan cerita ada seorang anak yang rela menggendong ibunya untuk berhaji. Disini fisiknya dia serahkan kepada orang tuanya untuk berbakti kepadanya. Ada juga diceritakan seorang sahabat yang jika malam dan bersama ayahnya dia selalu berjalan di depan ayahnya, tapi jika siang hari dia berjalan di belakang ayahnya. Saat ditanya, kenapa ia lakukan itu? Beliau menjawab, "Saat malam aku berjalan di depan ayahku karna aku ingin menangkal semua kemungkinan serangan yang bisa saja terjadi kepada ayahku (artinya dia menjadikan dirinya tameng hidup untuk melindungi ayahnya dari segala bahaya), dan jika siang, aku berjalan dibelakangnya karna aku tidak ingin menghalangi langkahnya.

Dan kedua kewajiban ini, kewajiban memberikan nafkah kepada keluarga dan kewajiban berbakti kepada orang tua hendaknya tidak kita benturkan satu sama lain. Keduanya bisa berjalan dengan beriringan. Seorang suami bisa membagi gajinya untuk keluarganya, dan disaat yang sama dia bisa membantu orang tuanya. Keduanya adalah ibadah, yang tidak perlu dikalahkan salah satunya saat semuanya membutuhkan. Dan hal ini perlu dikomunikasikan saja dengan baik agar semua pihak tidak saling mengklaim paling berhak untuk mendapatkan haknya.

Jika bicara kebutuhan dan kurang, untuk sebuah keluarga yang sang suami tidak harus membantu orang tuanya, dalam arti tidak harus membagi penghasilannya untuk membantu siapa-siapa, hanya untuk keluarganya saja, tidak jarang masih kurang juga. Dan disinilah kesabaran, seorang istri yang suaminya harus masih membantu orang tuanya harus sabar dengan kondisi ini, justru ini adalah investasi. Dimana pada hakekatnya dia sedang menanamkan nilai dalam keluarga itu bahwa anak harus berbakti kepada orang tuanya. Dan sangat tidak menutup kemungkinan nantinya saat mereka sudah pada tua dan renta akan membutuhkan bantuan dari anaknya juga. Akan sangat indah jika anaknya yang masih balita saat ini sudah belajar bagaimana bakti kepada orang tuanya, hingga nanti saat ia dewasa akan berbakti kepada orang tuanya sebagaimana orang tuanya kini berbakti kepada kakek dan neneknya.

Namun juga harus adil memandang, orang tua yang sebenarnya mampu, punya uang, tapi hanya disimpan saja, atau bahkan untuk hura-hura saja, lalu dia memaksa anak pertamanya yang sudah bekerja harus membiayai adik-adiknya, akibatnya sang anak harus pontang panting untuk memenuhi semua kebutuhan yang ada, keluarga dan adik-adiknya, dengan dalih bakti kepada orang tua, saya pribadi melihat, jika ada orang tua seperti ini, dia adalah orang tua yang level berfikirnya adalah anak-anak.

Akan berbeda jika orang tuanya memang tidak mampu menyekolahkan adik-adiknya, walaupun mungkin masih mampu bekerja namun penghasilannya tidak mencukupi untuk menyekolahkan anak-anaknya, lalu dia meminta anak pertamanya yang sudah bekerja dan berpenghasilan untuk membantu biaya sekolah adik adiknya, maka hal ini tidak mengapa. selama ada, dan nafkah keluarga juga tidak sampai terlantar. Mungkin bisa saja kurang, namun tidak sampai terlantar. Maka menurut saya sebagai baktinya dan ketaatannya kepada orang tuanya, dia wajib memenuhi permintaan orang tuanya. Dan istri yang sabar dan mampu mendukung suaminya untuk berbakti kepada orang tuanya dalam kebaikan, in syaa allah akan mendapatkan pahala yang sangat besar dari Allah.
Wallahu a'lam

*Ustadz Fata Fauzi,Lc

1 komentar:

  1. asalamualaikum
    saya ingin bertanya
    saya seorang suami apakah wajib membiyayai sekolah adik ipar sedangkan mertua saya masih bekerja

    BalasHapus