TANYA:
Assalamualaikum wr wb. Nah ... kalo udah begini bagaimana hukumnya Ust? Kalo kita jelas2 melihat orang bertentangan dengan al quran n sunnah? Kalo kita diem aja, pura2 nggak tahu, hukumnya apa? Kalo pun kita mesti mengajak kembali ke jalan yang benar, tampaknya mesti ada langkah2 yang tepat, agar juga yang kita ajak kembali ke jalan yang benar nggak kabur karena ketidaktahuan kita dalam menyampaikan dengan baik, santun dan benar.
Assalamualaikum wr wb. Nah ... kalo udah begini bagaimana hukumnya Ust? Kalo kita jelas2 melihat orang bertentangan dengan al quran n sunnah? Kalo kita diem aja, pura2 nggak tahu, hukumnya apa? Kalo pun kita mesti mengajak kembali ke jalan yang benar, tampaknya mesti ada langkah2 yang tepat, agar juga yang kita ajak kembali ke jalan yang benar nggak kabur karena ketidaktahuan kita dalam menyampaikan dengan baik, santun dan benar.
JAWAB:
Waalaikumsalam wr wb. Muslim satu dan muslim lain adalah
bersaudara, bukan hanya persaudaraan yang diikat oleh darah ataupun suku atau
bangsa, namun aqidah yang dijadikan Allah sebagai ikatan persaudaraan kita,
sesama muslim. Jika kita menganggap seseorang
sebagai saudara kita, bisa saja karena dia terlahir dari rahim yang sama, tentu
yang ada adalah kecintaan, kasih sayang, bahkan rela untuk berbagi apa yang
kita punya untuk dia, dan inilah persaudaraan antar muslim juga. Seseorang muslim yang sedang
bermaksiat atau melakukan kedzoliman baik kepada dirinya ataupun ke dzoliman
kepada orang lain pada dasarnya ia sedang membahayakan diri di bibir jurang
neraka, tentu sebagai saudara harus peduli, dan kepedulian itu adalah dengan
menyelamatkannya dari jurang tersebut, dengan cara amar ma'ruf nahi munkar.
Kita tidak boleh diam diri dengan
kondisi saudara kita yang telah jelas-jelas dalam bahaya kemaksiatan dan
kedzoliman, dan semangat yang mendorong kita untuk mengingatkannya,
menasehatinya, adalah semangat cinta, semangat kasih sayang, semangat kebaikan
agar saudara kita bisa terselamatkan dari bahaya neraka. Dan banyak ayat al quran yang
menjelaskan wajibnya kita amar ma'ruf nahi munkar, dalam surat al ashr dengan
istilah, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Semangat cinta, kasih sayang dan
kebaikan ini juga menjadikan kita arif dan akan santun dalam menyampaikan amar
ma'ruf nahi mungkar tersebut, setiap kondisi, setiap objek, setiap individu
mempunyai karakter yang berbeda dan tentunya berbeda juga cara untuk
mendekatinya dalam amar ma'ruf nahi mungkar tersebut.
Namun perlu digaris bawahi bahwa
vonis kafir, sesat, murtad ataupun sebagainya, ini adalah domain orang orang
yang berilmu, para ulama', yang benar-benar faham akan Islam, sehingga jika
mereka berfatwa mereka benar-benar sudah mempertimbangkan dari segala sisi,
dari setiap dalil yang ada, dari setiap ayat yang ada, dari setiap hadits yang
ada, dan punya wewenang dalam berfatwa, bukan kita yang awam, jangankan 30
juz, juz 30 saja tidak hafal, hadits
tidak satupun yang kita hafal, jika hafal hanya sepotong dan separo, tidak bisa
membedakan mana hadits shoheh dan dloif, ataupun maudlu', dan seterusnya.
Maka
kita harus sadar diri akan kelemahan kita, maka biarlah ranah ijitihat dan
fatwa berada di tangan tangan para ulama' yang memang oleh Allah telah
diberikan pemahaman akan hukum Allah. Adapun kita orang awam, kita
taklid mengikut fatwa ulama yang memang faham akan Islam. Dan salah satu ciri ulama yang
benar benar ulama adalah mereka yang selalu menjadikan tuntunan Al Quran dan
hadits sebagai landasan berfatwa.
Saya tambahkan bahwa proses
istitabah adalah proses yang tentunya dilakukan oleh perwakilan ummat Islam,
bukan satu dua orang saja, namun sebuah team yang dipercaya oleh ummat Islam,
sebagai rujukan ummat dalam memahami Islam, dalam negara-negara Islam adalah
mufti, qhodli, dan sebagainya. Dan untuk Indonesia, saya melihat lembaga yang
menjadi representatif ummat Islam dalam hal ini adalah MUI (Majlis Ulama
Indonesia).
Wallahu A'lam.
*Ustadz Fata Fauzi,Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar