Snow

Selasa, 23 Februari 2016

TJ: Amar ma'ruf nahi munkar dengan menghindari label pengkafiran.

TANYA:

Assalamualaikum wr wb. Nah ... kalo udah begini bagaimana hukumnya Ust? Kalo kita jelas2 melihat orang bertentangan dengan al quran n sunnah? Kalo kita diem aja, pura2 nggak tahu, hukumnya apa? Kalo pun kita mesti mengajak kembali ke jalan yang benar, tampaknya mesti ada langkah2 yang tepat, agar juga yang kita ajak kembali ke jalan yang benar nggak kabur karena ketidaktahuan kita dalam menyampaikan dengan baik, santun dan benar.

JAWAB:

Waalaikumsalam wr wb. Muslim satu dan muslim lain adalah bersaudara, bukan hanya persaudaraan yang diikat oleh darah ataupun suku atau bangsa, namun aqidah yang dijadikan Allah sebagai ikatan persaudaraan kita, sesama muslim. Jika kita menganggap seseorang sebagai saudara kita, bisa saja karena dia terlahir dari rahim yang sama, tentu yang ada adalah kecintaan, kasih sayang, bahkan rela untuk berbagi apa yang kita punya untuk dia, dan inilah persaudaraan antar muslim juga. Seseorang muslim yang sedang bermaksiat atau melakukan kedzoliman baik kepada dirinya ataupun ke dzoliman kepada orang lain pada dasarnya ia sedang membahayakan diri di bibir jurang neraka, tentu sebagai saudara harus peduli, dan kepedulian itu adalah dengan menyelamatkannya dari jurang tersebut, dengan cara amar ma'ruf nahi munkar.

Kita tidak boleh diam diri dengan kondisi saudara kita yang telah jelas-jelas dalam bahaya kemaksiatan dan kedzoliman, dan semangat yang mendorong kita untuk mengingatkannya, menasehatinya, adalah semangat cinta, semangat kasih sayang, semangat kebaikan agar saudara kita bisa terselamatkan dari bahaya neraka. Dan banyak ayat al quran yang menjelaskan wajibnya kita amar ma'ruf nahi munkar, dalam surat al ashr dengan istilah, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Semangat cinta, kasih sayang dan kebaikan ini juga menjadikan kita arif dan akan santun dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi mungkar tersebut, setiap kondisi, setiap objek, setiap individu mempunyai karakter yang berbeda dan tentunya berbeda juga cara untuk mendekatinya dalam amar ma'ruf nahi mungkar tersebut.

Namun perlu digaris bawahi bahwa vonis kafir, sesat, murtad ataupun sebagainya, ini adalah domain orang orang yang berilmu, para ulama', yang benar-benar faham akan Islam, sehingga jika mereka berfatwa mereka benar-benar sudah mempertimbangkan dari segala sisi, dari setiap dalil yang ada, dari setiap ayat yang ada, dari setiap hadits yang ada, dan punya wewenang dalam berfatwa, bukan kita yang awam, jangankan 30 juz,  juz 30 saja tidak hafal, hadits tidak satupun yang kita hafal, jika hafal hanya sepotong dan separo, tidak bisa membedakan mana hadits shoheh dan dloif, ataupun maudlu', dan seterusnya. 

Maka kita harus sadar diri akan kelemahan kita, maka biarlah ranah ijitihat dan fatwa berada di tangan tangan para ulama' yang memang oleh Allah telah diberikan pemahaman akan hukum Allah. Adapun kita orang awam, kita taklid mengikut fatwa ulama yang memang faham akan Islam. Dan salah satu ciri ulama yang benar benar ulama adalah mereka yang selalu menjadikan tuntunan Al Quran dan hadits sebagai landasan berfatwa.

Saya tambahkan bahwa proses istitabah adalah proses yang tentunya dilakukan oleh perwakilan ummat Islam, bukan satu dua orang saja, namun sebuah team yang dipercaya oleh ummat Islam, sebagai rujukan ummat dalam memahami Islam, dalam negara-negara Islam adalah mufti, qhodli, dan sebagainya. Dan untuk Indonesia, saya melihat lembaga yang menjadi representatif ummat Islam dalam hal ini adalah MUI (Majlis Ulama Indonesia).
Wallahu A'lam.

*Ustadz Fata Fauzi,Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar