TANYA:
Assalamu alaykum wr wb. Ukh, mau nanya,
gimana menyikapi perbedaan golongan dalam keluarga 'besar yg bisa saja misalkan
keluarga 'pakde saya Muhammadiyah , om saya NU, terus malah ada yang lainnya juga. Terima kasih.
JAWAB:
Bismillah ... Waalaikumsalam wr wb. Untuk pertanyaan ini, saya
jadi teringat ada kisah Imam Ahmad dan Imam Syafi'i. Imam Syafi'i sebagaimana
kita tau beliau shalat dengan qunut sedangkan Imam Ahmad tidak berqunut ketika
shalat subuh. Suatu hari Imam Syafi'i silaturahim ke Baghdad, ketika disana
beliau shalat subuh tanpa qunut untuk menghormati Imam Ahmad. Begitu juga
ketika Imam Ahmad silaturahim ke Mesir (kala itu Imam Syafi'i sudah wafat) Imam
Ahmad shalat subuh dengan berqunut untuk menghormati Imam Syafi'i.
Ada kisah lain, yaitu ketika Kyai
Hasyim Asy'ari kedatangan tamu yaitu Kyai Faqih dari Pesantren Maskumambang,
beliau menghormati Kyai Faqih sampe2 meminta semua bedug disembunyikan (kyai
faqih menganggap bedug itu bid'ah). Namun ketika Kyai Hasyim Asy'ari berkunjung
ke Pesantrennya Kyai Faqih, semua masjid yg berhubungan dengan Kyai Faqih
diharapkan untuk memasang bedug di masjid2 tsb. Untuk apa? Untuk saling
menghormati dan menghargai.
Kalo kita berada di posisi keluarga
yg majemuk dalam memilih 'pendapat', maka saya sarankan jika ada obrolan yg
mengarah ke perdebatan mendingan ditinggalkan saja atau dihindari semaksimal
mungkin. Pun kalo tidak bisa dihindari maka cukup mengiya2kan saja. Dalam
artian tidak berarti kita setuju dengan semua pendapat yang dikemukakan orang lain
tentang pilihannya, namun lebih kepada menjaga agar tidak terjadi konflik.
Andai ada kasus seperti ini
contohnya: Kita tidak setuju dengan Tahlilan, tapi ada saudara kita yg mengundang
kita untuk datang Tahlilan di rumahnya, lebih baik kita tetap memenuhi undangan
tersebut untuk datang ke rumah saudara tersebut, dengan niat silaturahim.
Wallahua'lam.
*Ummi Ghazaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar