Snow

Selasa, 23 Februari 2016

TJ: Menyikapi perbedaan 'golongan' dalam keluarga besar.



TANYA:

Assalamu alaykum wr wb. Ukh, mau nanya, gimana menyikapi perbedaan golongan dalam keluarga 'besar yg bisa saja misalkan keluarga 'pakde saya Muhammadiyah , om saya NU, terus malah ada yang lainnya juga. Terima kasih.

JAWAB:
 
Bismillah ... Waalaikumsalam wr wb. Untuk pertanyaan ini, saya jadi teringat ada kisah Imam Ahmad dan Imam Syafi'i. Imam Syafi'i sebagaimana kita tau beliau shalat dengan qunut sedangkan Imam Ahmad tidak berqunut ketika shalat subuh. Suatu hari Imam Syafi'i silaturahim ke Baghdad, ketika disana beliau shalat subuh tanpa qunut untuk menghormati Imam Ahmad. Begitu juga ketika Imam Ahmad silaturahim ke Mesir (kala itu Imam Syafi'i sudah wafat) Imam Ahmad shalat subuh dengan berqunut untuk menghormati Imam Syafi'i. 

Ada kisah lain, yaitu ketika Kyai Hasyim Asy'ari kedatangan tamu yaitu Kyai Faqih dari Pesantren Maskumambang, beliau menghormati Kyai Faqih sampe2 meminta semua bedug disembunyikan (kyai faqih menganggap bedug itu bid'ah). Namun ketika Kyai Hasyim Asy'ari berkunjung ke Pesantrennya Kyai Faqih, semua masjid yg berhubungan dengan Kyai Faqih diharapkan untuk memasang bedug di masjid2 tsb. Untuk apa? Untuk saling menghormati dan menghargai.

Kalo kita berada di posisi keluarga yg majemuk dalam memilih 'pendapat', maka saya sarankan jika ada obrolan yg mengarah ke perdebatan mendingan ditinggalkan saja atau dihindari semaksimal mungkin. Pun kalo tidak bisa dihindari maka cukup mengiya2kan saja. Dalam artian tidak berarti kita setuju dengan semua pendapat yang dikemukakan orang lain tentang pilihannya, namun lebih kepada menjaga agar tidak terjadi konflik.

Andai ada kasus seperti ini contohnya: Kita tidak setuju dengan Tahlilan, tapi ada saudara kita yg mengundang kita untuk datang Tahlilan di rumahnya, lebih baik kita tetap memenuhi undangan tersebut untuk datang ke rumah saudara tersebut, dengan niat silaturahim.
Wallahua'lam.

*Ummi Ghazaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar