TANYA:
Assalamualaikum wr wb. Semisal orang tua suami masih utuh
ibu dan bapak dan masih bisa kerja karna usia blm ada 50tahun, tapi kondisinya
ibu yang bekerja, bapak hanya diam dirumah, kemudian suami sebagai anak pertama
dan punya adek2 yg masih butuh biaya pendidikan, dan sejak awal menikah istri
sudah dikasih tau mertua bahwa nanti setelah menikah suami punya tanggung jawab
untuk menyekolahkan adik2nya sampe lulus kuliah. Apa mau dikata kehidupan rumah
tangga jika sudah punya anak sendiri kebutuhan pun semakin banyak. Pertanyaanya
mana yang harus didahulukan kepentingan istri atau kepentingan saudara ipar dalam
hal kebutuhan? Mengingat mertua selalu bilang itu cara suami berbakti ke
orang tua dengan menyekolahkan adek2. Apakah boleh seperti itu? Menafkahi saudara
sedang orangtua masih ada dan seharusnya
mampu, apa hukumnya?
JAWAB:
Waalaikumsalam wr wb. Bismillahirahmanirrahim. Kondisi
seperti ini memang sering terjadi dalam sebuah keluarga. Sebelum menjawabnya,
saya ingin mengatakan bahwa pandangan mampu tidak mampu terhadap kondisi
orang lain, bisa saja itu sangat subjektif. Maksudnya adalah ada orang yang
kita lihat kehidupannya berkecukupan, namun sebenarnya ia juga pontang-panting
dalam menjalaninya. Namun sikap tenang dan kalemnya menggambarkan seakan dia
dalam kondisi baik dan tenang, dan kenyataannya sebaliknya.
Seorang suami mempunyai kewajiban
untuk memenuhi nafkah keluarganya, baik hanya untuk istrinya (karna belum
punya anak) ataupun juga dengan anak-anaknya. Dan disisi lain seorang suami
bisa saja juga masih merupakan anak dari orang tuanya. Dan seorang anak wajib
juga berbakti kepada orang tuanya. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda
" Anta wa maluka li abika... engkau dan hartamu adalah milik
bapakmu". Namun hadits ini bukan berarti orang tua seenaknya saja
mengambil harta anak-anaknya. Hadits ini digabungkan lagi dengan
perintah bakti kepada orang tua yang sangat banyak sekali kita temukan dalam
ayat al quran ataupun hadits Rasulullah SAW, dan maksudnya adalah diri serta
harta seorang anak jika dibutuhkan dalam berbakti kepada orang tua maka harus
ditunaikan. Jangankan harta, diri pribadi seorang anak laki-laki jika memang
itu dibutuhkan untuk berbakti kepada orang tuanya maka wajib ia serahkan, tentunya untuk hal kebaikan.
Makanya kita pernah mendapatkan cerita ada
seorang anak yang rela menggendong ibunya untuk berhaji. Disini fisiknya dia
serahkan kepada orang tuanya untuk berbakti kepadanya. Ada juga diceritakan
seorang sahabat yang jika malam dan bersama ayahnya dia selalu berjalan di
depan ayahnya, tapi jika siang hari dia berjalan di belakang ayahnya. Saat
ditanya, kenapa ia lakukan itu? Beliau menjawab, "Saat malam aku berjalan di depan
ayahku karna aku ingin menangkal semua kemungkinan serangan yang bisa saja
terjadi kepada ayahku (artinya dia menjadikan dirinya tameng hidup untuk
melindungi ayahnya dari segala bahaya), dan jika siang, aku berjalan
dibelakangnya karna aku tidak ingin menghalangi langkahnya.
Dan kedua kewajiban ini,
kewajiban memberikan nafkah kepada keluarga dan kewajiban berbakti kepada orang
tua hendaknya tidak kita benturkan satu sama lain. Keduanya bisa berjalan
dengan beriringan. Seorang suami bisa membagi gajinya
untuk keluarganya, dan disaat yang sama dia bisa membantu orang tuanya. Keduanya adalah ibadah, yang
tidak perlu dikalahkan salah satunya saat semuanya membutuhkan. Dan hal ini perlu dikomunikasikan
saja dengan baik agar semua pihak tidak saling mengklaim paling berhak untuk
mendapatkan haknya.
Jika bicara kebutuhan dan
kurang, untuk sebuah keluarga yang sang suami tidak harus membantu orang
tuanya, dalam arti tidak harus membagi penghasilannya untuk membantu siapa-siapa, hanya untuk keluarganya saja, tidak jarang masih kurang juga. Dan disinilah kesabaran, seorang
istri yang suaminya harus masih membantu orang tuanya harus sabar dengan
kondisi ini, justru ini adalah investasi. Dimana pada hakekatnya dia sedang
menanamkan nilai dalam keluarga itu bahwa anak harus berbakti kepada orang
tuanya. Dan sangat tidak menutup kemungkinan nantinya saat mereka sudah pada
tua dan renta akan membutuhkan bantuan dari anaknya juga. Akan sangat indah
jika anaknya yang masih balita saat ini sudah belajar bagaimana bakti kepada
orang tuanya, hingga nanti saat ia dewasa akan berbakti kepada orang tuanya
sebagaimana orang tuanya kini berbakti kepada kakek dan neneknya.
Namun juga harus adil memandang,
orang tua yang sebenarnya mampu, punya uang, tapi hanya disimpan saja, atau
bahkan untuk hura-hura saja, lalu dia memaksa anak pertamanya yang sudah
bekerja harus membiayai adik-adiknya, akibatnya sang anak harus pontang panting
untuk memenuhi semua kebutuhan yang ada, keluarga dan adik-adiknya, dengan
dalih bakti kepada orang tua, saya pribadi melihat, jika ada orang tua seperti
ini, dia adalah orang tua yang level berfikirnya adalah anak-anak.
Akan berbeda jika orang tuanya
memang tidak mampu menyekolahkan adik-adiknya, walaupun mungkin masih mampu
bekerja namun penghasilannya tidak mencukupi untuk menyekolahkan anak-anaknya, lalu dia meminta anak pertamanya yang sudah bekerja dan berpenghasilan untuk
membantu biaya sekolah adik adiknya, maka hal ini tidak mengapa. selama ada, dan nafkah keluarga
juga tidak sampai terlantar. Mungkin bisa saja kurang, namun tidak
sampai terlantar. Maka menurut saya sebagai baktinya dan ketaatannya kepada
orang tuanya, dia wajib memenuhi permintaan orang tuanya. Dan istri yang sabar dan mampu
mendukung suaminya untuk berbakti kepada orang tuanya dalam kebaikan, in syaa
allah akan mendapatkan pahala yang sangat besar dari Allah.
Wallahu a'lam
asalamualaikum
BalasHapussaya ingin bertanya
saya seorang suami apakah wajib membiyayai sekolah adik ipar sedangkan mertua saya masih bekerja